GfWoBUY9Tpz9TpziGfM5BSWoTY==

Memelihara Anjing , Apa Hukumnya Bagi Seorang Muslim?

Ilustrasi

Anjing merupakan salah satu hewan yang umumnya dihindari oleh sebagian besar umat Islam, dan salah satu alasan utamanya terkait dengan proses mensucikan najisnya. Menurut Madzhab Syafi‘i, membersihkan diri setelah berinteraksi dengan anjing lebih sulit karena anjing dianggap sebagai najis mughaladzah. Namun, bagaimana jika seseorang Muslim memelihara anjing?

Terkait hal ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang Muslim yang memelihara anjing tanpa alasan yang jelas dapat mengurangi pahalanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

وفي رواية لمسلم من اقتنى كلبا ليس بكلب صيد، ولا ماشية ولا أرض، فإنه ينقص من أجره قيراطان كل يوم

“Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW bersabda: ‘Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.’”

Dari hadits tersebut, para ulama memiliki pendapat yang beragam mengenai seorang Muslim yang memelihara anjing. Ulama dari Madzhab Syafi'i menyimpulkan bahwa seorang Muslim dilarang memelihara anjing tanpa alasan yang jelas. Imam Nawawi menjelaskan bahwa seorang Muslim hanya diperbolehkan memelihara anjing untuk keperluan tertentu, seperti:

وأما اقتناء الكلاب فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهى الا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الاحاديث وهى الحاجة

“Adapun memelihara anjing tanpa hajat tertentu dalam madzhab kami adalah haram. Sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, boleh. Sementara ulama kami berbeda pendapat perihal memelihara anjing untuk jaga rumah, gerbang, atau lainnya. Pendapat pertama menyatakan tidak boleh dengan pertimbangan tekstual hadits. Hadits itu menyatakan larangan itu secara lugas kecuali untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga ternak. Pendapat kedua (ini lebih shahih) membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat tadi berdasarkan illat yang dipahami dari hadits tersebut, yaitu hajat tertentu,” (Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, [Beirut, Mu’assasatul Qurtubah: 1994 M/1414 H], cetakan VIII, juz X, halaman 340).

Di sisi lain, Imam Malik berpendapat bahwa seorang Muslim diizinkan untuk memelihara anjing untuk beragam tujuan. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abdil Barr, seorang cendekiawan Maliki, seperti yang berikut:

وأجاز مالك اقتناء الكلاب للزرع والصيد والماشية وكان بن عمر لا يجيز اتخاذ الكلب إلا للصيد والماشية خاصة ووقف عندما سمع ولم يبلغه ما روى أبو هريرة وسفيان بن أبي زهير وبن مغفل وغيرهم في ذلك

“Imam Malik membolehkan pemeliharaan anjing untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar tidak membolehkan pemeliharaan anjing kecuali untuk berburu dan menjaga hewan ternak. Ia berhenti ketika mendengar dan hadits riwayat Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan selain mereka terkait ini tidak sampai kepadanya” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘ li Madzahibi Fuqaha’il Amshar, [Halab-Kairo Darul Wagha dan Beirut, Daru Qutaibah: 1993 M/1414 H], cetakan I, juz XXVII, halaman 193).

Ibnu Abdil Barr menyatakan bahwa tidak ada larangan secara hukum untuk memelihara anjing. Menurutnya, apa yang disampaikan Rasulullah hanya merupakan anjuran untuk menjauhi anjing secara tidak disukai (makruh). Pengurangan pahala dalam konteks ini hanya merupakan tindakan pencegahan, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

وفي هذا الحديث دليل على أن اتخاذ الكلاب ليس بمحرم وإن كان ذلك الاتخاذ لغير الزرع والضرع والصيد لأن قوله من اتخذ كلبا - [ أو اقتنى كلبا ] لا يغني عنه زرعا ولا ضرعا ولا اتخذه للصيد نقص من أجره كل يوم قيراط يدل على الإباحة لا على التحريم لأن المحرمات لا يقال فيها من فعل هذا نقص من عمله أو من أجره كذا بل ينهى عنه لئلا يواقع المطيع شيئا منها. وإنما يدل ذلك اللفظ على الكراهة لا على التحريم والله أعلم

Dalam hadits ini terdapat bukti bahwa memelihara anjing dianggap tidak diperbolehkan, meskipun tidak untuk keperluan menjaga tanaman, ternak perah, atau berburu. Dalam redaksi hadits yang menyatakan "Siapa pun yang memelihara anjing" dan tidak untuk keperluan menjaga tanaman, ternak perah, atau berburu, maka akan mengurangi pahalanya sebanyak satu qirath, menunjukkan bahwa itu tidak dilarang tetapi diperbolehkan. Hal ini karena larangan tidak dinyatakan dengan cara "Siapa yang melakukan ini, maka akan berkurang amalnya atau pahalanya sekian." Larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar orang-orang Muslim yang taat tidak terjerumus. Kata-kata ini menunjukkan bahwa larangan tersebut dianggap tidak disukai (makruh), bukan diharamkan.


Source : kemenag.go.id

Comments0


Dapatkan update informasi pilihan dan terhangat setiap hari dari Rafadhan Blog. Temukan kami di Telegram Channel, caranya klik DISINI

Type above and press Enter to search.