GfWoBUY9Tpz9TpziGfM5BSWoTY==

Hukum Mengambil Uang dari Saku Suami Tanpa Izin dalam Perspektif Islam

Ilustrasi

Menurut perspektif hukum, mengambil uang dari dompet suami tanpa izin istri merupakan tindakan yang tidak dianjurkan. Uang tersebut dianggap sebagai milik suami, dan istri tidak memiliki hak yang sepenuhnya untuk mengaksesnya. Namun, dalam situasi tertentu, mengambil uang tanpa izin suami dapat dibenarkan, terutama jika dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak keluarga, seperti biaya pengobatan atau pendidikan anak.

Dalam konteks hukum Islam, istri memiliki hak untuk menerima nafkah dari suami. Nafkah ini mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan biaya perawatan kesehatan. Jika suami tidak memberikan nafkah yang memadai, maka istri diizinkan untuk mengambilnya tanpa izin. Namun, istri diharapkan tetap berperilaku jujur dan terbuka kepada suami mengenai hal ini.

Peristiwa istri mengambil uang suami tanpa izin telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad bersabda ;

عن عائشة قالت: جاءت هند إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: يارسول الله إن أبا سفيان رجل شحيح، لايعطيني ما يكفيني وولدي، إلا ما أخذت من ماله، وهو لايعلم، فقال: خذي مايكفيك وولدك بالمعروف

Aisyah RA menceritakan bahwa Hindun pernah bertanya kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya Abu Sufyan suami yang pelit. Nafkah yang diberikannya kepadaku dan anakku tidak mencukupi, sehingga saya terpaksa mengambil uang tanpa sepengetahuannya," kata Hindun. "Ambil sejumlah yang cukup untuk kebutuhanmu dan anakmu," jawab Nabi SAW,” (HR. Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan sumber lainnya).

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa boleh mengambil uang dengan cara yang wajar, artinya sesuai dengan kebutuhan yang diakui secara umum. (Fath Al-Bari, 9:509)

Berdasarkan hadis di atas, seperti yang juga diungkapkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, istri diperbolehkan mengambil uang dari suaminya tanpa sepengetahuan suaminya. Namun, yang perlu ditekankan adalah bahwa pengambilan uang oleh istri harus terkait dengan kebutuhan sehari-hari.

Izin ini hanya berlaku untuk kebutuhan pokok yang mendesak. Oleh karena itu, dalam redaksi hadis tersebut disebutkan "yang cukup untukmu dan anakmu sebagaimana mestinya (wajar)".

Hal ini juga berlaku ketika istri menyebutkan kata "pelit" atau "kikir", yang berarti suami tidak bermaksud menabung. Jika istri sudah diberikan uang belanja yang cukup dan mencukupi, tetapi ia ingin membeli barang-barang lain yang sifatnya lebih sekunder seperti kosmetik, pakaian baru, perhiasan, kendaraan, dan sebagainya, maka hadis ini tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk tindakan tersebut.


Source : kemenag.go.id

Comments0


Dapatkan update informasi pilihan dan terhangat setiap hari dari Rafadhan Blog. Temukan kami di Telegram Channel, caranya klik DISINI

Type above and press Enter to search.